Join The Community

Tuesday, January 18, 2011

UGM Hapuskan Ujian Mandiri

Secara mengejutkan, Universitas Gadjah Mada menghapuskan ujian mandiri dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru 2011. Padahal dengan mengadakan seleksi mandiri ini, UGM mendapatkan pemasukan dari biaya pendaftaran saja sebesar Rp 9,4 miliar.

Asumsi ini didasarkan pada mahasiswa yang mendaftar ke UGM pada ujian mandiri tahun lalu yang mencapai 47.000. Setiap mahasiswa membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 200.000. Namun Rektor Universitas Gadjah Mada Sudjarwadi menolak prinsip untung rugi institusi pendidikan yang dipimpinnya itu terhadap pembatalan ujian mandiri di UGM. “Kami tidak mau bicara untung rugi, wong itu uang masyarakat, kalau menghitung-hitung nanti malah sedih,” kata Sudjarwadi kepada Tempo usai jumpa pers di kantornya, Selasa, (18/1).

Apalagi, uang pendaftaran yang diperoleh UGM itu pada akhirnya dikembalikan ke mahasiswa melalui kegiatan kemahasiswaan. Pendapatan uang pendaftaran juga untuk penyelenggaraan tes ujian, verifikasi, yang menunjang proses seleksi ujianmandiri.

Sudjarwadi mengaku UGM telah mendapat sumber pemasukan dari pemerintah maupun industri yang memiliki kepedulian dengan pendidikan UGM. Dengan demikian potensial pendapatan melalui uang pendaftaran itu tidak terlalu penting untuk UGM.

Terkait dengan mahasiwa yang telah mendaftar untuk mengikuti seleksi ujian mandiri pada bulan Maret mendatang, Direktur Administrasi Akademik UGM Budi Prasetyo mengatakan calon mahasiswa yang mendaftar melalui Penelusuran Bibit Unggul 1600 orang, sementara melalui UTUL 7888.

Calon mahasiswa ini telah mendaftar sejak 3 Januari dengan biaya pendaftaran sebesar Rp 200.000. meski begitu, uang yang telah dibayarkan ini tak serta merta hangus. “Kami akan memasukkan calon mahasiswa melalui jalur SNMPTN,” kata Budi. Sementara yang mendaftar melalui PBU akan dimasukkan dalam undangan. Tapi jika mereka menolak, uang tetap akan dikembalikan.

Kepala Humas Universitas Gadjah Mada Suryo Baskoro menambahkan, jika mengukur penghapusan ujian mandiri terkait dengan pemasukan UGM, maka menurut Suryo tak tepat. Pasalnya uang sebesar Rp 9,4 miliar itu sangat kecil jumlahnya mengingat Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) UGM untuk tahun 2011 sebanyak Rp 1,7 miliar. Sebagai perbandingan anggaran pendapatan dan belanja Provinsi DIY hanya sebesar Rp 1,3 trilyun. “Artinya penghapusan ujian mandiri ini pertimbangannya bukan materi semata, tetapi kami memikirkan kualitas pendidikan sebagai sumbangsih terhadap bangsa,” katanya.

Dengan menghapus ujian mandiri, pendapatan yang berpengaruh pada pemasukan UGM hanyalah uang pendaftarannya saja. Sebab, mahasiswa yang terjaring melalui SNMPTN tetap akan membayar biaya perkuliahan mengikuti mekanisme kampus masing-masing. “Angkanya tidak kurang tidak lebih, semua biaya telah ditetapkan seperti tahun sebelumnya,” kata Suryo.

Sebagai contoh, Fakultas Kedokteran membayar uang sumbangan potensial mahasiswa akademik, sebesar Rp 100 juta. Setaip mahasiswa baru UGM akan membayar tiga komponen yakni SPMA, biaya operasional pendidikan, dan biaya SPP.

Pada kesempatan ini, Rektor Sudjarwadi menyampaikan keputusan UGM meniadakan ujian masuk karena soal-soal yang dikembangkan UGM telah disepakati dan diintegrasikan dalam ujian tulis SNMPTN. UGM bersama Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung menjadi tim yang dominan dalam pembuatan soal. Sudjarwadi menganggap dengan integrasi soal tersebut, maka hasil seleksi SNMPTN 2011 lebih berkualitas dan mampu menjaring para mahasiswa. “Karena sudah diintegrasikan ke dalam SNMPTN maka seleksi mandiri UGM berupa ujian tertulis ditiadakan,” katanya.

Sudjarwadi memaparkan ujian tulis (UTUL) UGM yang dikembangkan UGM sejak 2003 telah terbukti berhasil dengan baik. Salah satu indikator keberhasilannya adalah capaian IPK mahasiswa yang mengikuti seleksi mandiri dengan ujian SNMPTN lebih tinggi hasilnya. “Berdasarkan riset yang kami lakukan, mahasiswa UGM yang masuk lewat UTUL UGM lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang masuk melalui UMPTN (SNMPTN),” paparnya.

Budi menambahkan tim UGM, UI, dan ITB menjadi kampus yang paling banyak menerjunkan tim pembuat soal. “Tim pembuat soal dari UGM, UI, dan ITB ada 15 orang bahkan lebih sementara kampus-kampus PTN lain hanya beberapaorang,” katanya.

Menariknya, meski tak menyelenggarakan ujian mandiri, UGM tetap menjaring mahasiswa barunya dari tes tertulis pola SNMPTN dan undangan. Budi memaparkan undangan yang dimaksud adalah mereka yang memenuhi syarat pencapaian akademisnya masuk 25 besar di kelas, mahasiswa berprestasi namun tak mampu, juara olimpiade, dan memiliki bakat khusus.

Penjaringan mahasiswa melalui undangan ini, menurut Sudjarwadi untuk menjadikan kampus UGM yang Bhineka Tunggal Ika. Budi menambahkan penjaringan mahasiswa baru melalui jalur undangan ini memiliki kuota paling kecil 17 persen dan tertinggi 54 persen. “Yang menentukan adalah dekan di fakultas-fakultas,” ujar Budi.

BERNADA RURIT

0 comments:

Post a Comment